Friday, April 5, 2013

Pengkhinatan Yudas

Tahun 1987-1990 saya menjadi pastor LP Penfui. Tiga kali seminggu saya mengadakan kegiatan di LP. Hari Rabu pembinaan rohani, hari Jumat persiapan perayaan Ekaristi dan hari Minggu perayaan Ekaristi. Umat Katolik dari seluruh NTT ada di LP. Pada umumnya mereka dihukum lebih dari lima tahun. Salah seorang dari mereka mendapat hukuman seumur hidup. Bagaimana mungkin saya tidak emosi, Romo. Begitu ia memulai ceriteranya. Sudah lama saya dengar gosip. Tapi saya lebih percaya isteri saya. Sikapnya tidak menimbulkan kecurigaan apa pun. Dia setia melayani saya dengan memuaskan. Ternyata semuanya itu sandiwara. Saya tangkap basah keduanya di tempat tidur kami. Darah saya mendidih. Otak waras tidak kerja lagi. Saya langsung tebas dengan kelewang. Mahasiswa yang saya tampung selama KKN itu mati di tempat. Isteri meratap mohon ampun. Tapi darah sudah mendidih sampai di ubun-ubun. Saya tebas juga isteri saya. Lalu saya serahkan diri kepada polisi. Mahasiswa itu hari-hari baik sekali. Ia memanggil saya bapa. Isteri saya, mama. Ternyata kurang ajar sekali. Orang bilang, makan di piring, berak di piring. Dan isteri saya? Tiap malam ia mencium saya sebelum tidur. Kalau saya ingat ciumannya itu, Romo, saya muak dan benci sekali. Saya dikhianati oleh isteri sendiri. Mahasiswa yang saya anggap sebagai anak sendiri pun mengkhianati saya. Sakit sekali, Romo. Lebih baik saya hidup seorang diri. 

Pengkhianatan yang dialami bapa di LP itu mirirp dengan pengalaman Yesus dalam Mat 26:14-25. Tetapi tidak sama. Bapa itu dikhianati di tempat suci keluarga. Yesus dikhianati di tempat suci dalam perjamuan tubuh dan darah-Nya, Ekaristi. Bapa itu tidak memberi peringatan. Ia menunggu sampai menangkap basah. Yesus memberikan peringatan dini, supaya Yudas menyadari ngerinya pengkhianatannya. Tetapi tidak digubris. Bapa itu menghabiskan nyawa pengkhianatnya. Perbuatan sekejam itu bertentangan dengan tujuan kedatangan Yesus. “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh 10:10). Yesus sungguh menyesali perbuatan nekad Yudas: “Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan” (Mat 26:24). Kata-kata ini bukan hanya ditujukan kepada Yudas. Lalu kepada siapa lagi? Kepada siapa saja yang berkhianat. Masing-masing kita bertanya sendiri: “Bukan aku, ya Tuhan?” (Mat 26:22) Semoga Ia tidak berkata seperti kepada Yudas: “Engkau telah mengatakannya” (Mat 26:25). 27032013

No comments:

Post a Comment