Tuesday, November 12, 2013

Tentang Kebangkitan Orang Mati

Apa artinya sebuah nama? Pertanyaan ini sering kita dengar. Mungkin kita sendiri pernah melontarkannya. Kedengarannya sepele. Tapi bagi suku tertentu sangat serius. Nama adalah soal kelanjutan hidup. Maka nama anak diberi sesuai dengan nama nenek moyang. Itu untuk mengingatkan bahwa dia tetap hidup. Sekarang entah pengaruh dari mana, nama sudah menjadi rancu. Seorang isteri tidak dipanggil nama aslinya seperti Barek. Ia dipanggil sesuai nama suami misalnya Ibu Igo, karena suaminya Igo. Tapi kalau anak sulungnya diberi nama Ola, maka Igo bangga sekali dipanggil ‘Bapa Ola’. Begitu juga Barek bukan lagi Ibu Igo. Ia lebih senang menyandang nama ‘Mama Igo’. Demi kelanjutan hidup orang bisa tidak nyaman dengan dua anak cukup. Atau dua anak lebih baik. Apa lagi kalau tidak ada anak. Bisa saja orang tidak komuni gara-gara mau cari anak di luar pasangan hidup yang resmi. Soal mempertahankan hidup ini merupakan masalah klasik. Luk 20: 27-40 menampilkan perdebatan yang seru. Orang Saduki mempersoalkan kebangkitan orang mati. Bagaimana mungkin? Sudah mati ya mati. Mau apa lagi? Tapi orang Yahudi umumnya percaya akan kebangkitan orang mati. Orang Saduki mengajukan kasus yang pelik. Ada tujuh orang bersaudara. Yang sulung kawin tapi mati tanpa anak. Yang kedua kawin dengan iparnya, supaya mendapat keturunan untuk kakaknya. Tapi kasihan, dia pun mati tanpa anak. Begitu seterusnya sampai dengan yang bungsu. Semuanya mati tanpa anak dari istri kakaknya itu. Nah, jika ada kebangkitan, dia itu isteri siapa. Ketujuhnya kan sudah mengawininya. Di sinilah pokok kekeliruan. Menurut Yesus perkawinan itu hanya selama kita hidup di dunia fana ini. Bukan soal hidup kekal. Dalam hidup yang akan datang tidak ada kawin. Semua seperti malaikat. Bukan sebagai suami isteri. Lalu soal kebangkitan? Allah tetap menjadi Allah nenek moyang kita. “Tuhan adalah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup” (Luk 20:37-38). Hidup hanya diubah bukan dilenyapkan. Dengan kebangkitan Allah tetap memelihara hidup kita sesudah kematian. Atau seperti kata Paulus, “Kalau tidak ada kebangkitan orang mati, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberintaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu” (1Kor 15:13). Yang paling sial rupanya orang Katolik. Sudah pikul salib sepanjang hidup mengikuti Yesus, hanya satu isteri sampai mati, lalu terjun dalam kehampaan. Siapa mau? 10112013

No comments:

Post a Comment