Saturday, June 1, 2013

Berbagi dengan Sesama

Rupa-rupa pengalaman diceriterakan dalam katekese umat Hari Pangan Nasional. Semuanya menarik, antara lain ceritera seorang bapa. Kebetulan kami bertemu di terminal. Demikian ia memulai ceritanya. Dia teman kelas saya 40-an tahun yang lalu. Saya mengundangnya ke rumah. Kami asyik berceritera tentang masa kecil di kampung. Tidak sadar sudah jam 20. Anak saya yang baru berumur empat tahun berkata: bapa, mama panggil. Saya ke dapur. Omong-omong dengan isteri. Tidak ada persiapan untuk tamu. Hentikan sudah ceritera itu, supaya tamu kembali, kata isteri. Saya katakan, saya ajak untuk makan bersama. Isteri saya tidak setuju. Menu makan tidak cocok untuk dihidangkan bagi tamu. Juga takaran yang dimasaknya cukup untuk makan sekeluarga. Saya yakinkan isteri. Kita tidak akan jatuh miskin sebab sepiring nasi untuk tamu. Tuhan punya mata tetap terbuka. Berkatnya akan tetap melimpah buat kita. 

Saya melihat keadaan yang sama dalam Luk 9:11b-17. Lima ribu orang di tempat terpencil. Itu laki-laki saja. Belum terhitung perempuan dan anak-anak. Hari sudah malam. Tak ada penginapan. Makanan? Cuma lima roti dan dua ikan? Mana cukup untuk orang sebanyak itu? Keadaan mendesak ini perlu segera disampaikan kepada Yesus: “Suruhlah orang banyak itu pergi ke desa-desa dan kampung-kampung sekitar ini untuk mencari penginapan dan makanan, karena di sini kita berada di tempat yang terpencil” (Luk 9:12). Reaksi-Nya? Ia tidak hanya menolak usul itu tetapi juga menyuruh para murid memberi mereka makan. “Kamu harus memberi mereka makan” (Luk 9:13). Para rasul dilibatkan. Mereka membagi orang banyak itu dalam kelompok-kelompok kecil. Limapuluh orang sekelompok seperti di zaman Musa di padang gurun (Kel 18:21, 25). Yesus mengambil makanan yang sangat sedikit itu. Ia menatap kepada Bapa di surga. Ia mengucap berkat. Lalu roti itu dipecah-pecahkan-Nya. Ia memberikannya kepada para murid-Nya supaya disajikan kepada orang banyak. Tidak ada yang berkekurangan dan kelaparan. Semuanya makan sampai kenyang bahkan masih tersisa dua belas bakul. 

Menakjubkan, bukan? Tapi tidak cukup kita berhenti di situ. Kita harus terbuka untuk melihat ke depan. Kita tidak akan berkekurangan hanya karena berbagi dengan sesama yang berkekurangan. Mata Tuhan tetap mengamati kita. Tidak percaya? Cobalah! 02062013

No comments:

Post a Comment