Saturday, June 8, 2013

Mengasihi Allah dengan Segenap Hati

Sudah tiga tahun saya tinggalkan stasi itu. Alih tugas pelayanan di stasi lain. Tetapi saya masih ingat ketua stasi merangkap koster. Orangnya sangat berwibawa. Ia disegani umat. Pengumuman-pengumumannya selalu diperhatikan umat. Saya tetap ingat juga ketua seksi liturgi. Sesudah perayaan ekaristi ia selalu tampil di mimbar untuk mengadakan pembinaan liturgi. Ada-ada saja yang disorotinya. Koor yang tidak melibatkan umat bernyanyi, tugas pembersihan kapela, menghias altar dan umat yang berpakaian kurang sopan. Dua minggu lalu saya berkunjung lagi ke stasi itu. Saya sangat kaget. Ketua stasi mengatakan bahwa sudah setahun ini ketua seksi liturgi itu tidak pernah terlibat lagi dalam kegiatan di stasi. Soalnya musibah beruntun. Anak tunggalnya meninggal. Tiga bulan kemudian isterinya juga meninggal. Ia stress dan sangat kecewa terhadap Tuhan. Pelayanannya selama ini percuma saja. Tidak dapat penghargaan apa-apa dari Tuhan. Sebaliknya dihantam bertubi-tubi. Mengapa Tuhan begitu kejam terhadapnya? “Bagaimana mungkin saya mengasihi Tuhan yang kejam?” katanya. 

Persoalan ini yang membuat ketua seksi liturgi yang saya kenal itu berbalik arah hidup. Pada hal apa jawab Yesus kepada ahli Taurat dalam Mrk 12: 29-30? ”Hukum yang terutama ialah: Dengarlah hai orang Israel. Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu”. Pengalaman mantan ketua seksi liturgi itu bertolak belakang dengan apa yang dikatakan dalam hukum yang paling utama. Betapapun demikian, hukum yang terutama itu tidak akan dibatalkan. Yesus tidak hanya merumuskan hukum itu supaya kita jalankan. Ia sendiri lebih dulu telah melaksanakannya. Seluruh karya-Nya berasal dari Bapa dan harus kembali kepada Bapa. Apa pun yang dikerjakan Yesus bertujuan untuk memuliakan Allah. Ia mengasihi Bapa sampai mengurbankan nyawa-Nya sendiri. Bagaimana kita para pengikut-Nya? Kita dituntut untuk mengasihi Allah dengan segenap hati. Tetapi ternyata kita sulit melupakan diri atau lebih mengasihi orang yang kita cinta. Kita cinta Tuhan setengah hati. Tidak heran bila karena kecewa, kita akan membenci Allah dan segala sesuatu yang berhubungan dengan-Nya, bukan? 06062013

No comments:

Post a Comment