Monday, June 3, 2013

Tentang Urusan Agama dan Politik

Sebut pajak, ingat Gayus Tambunan dkk. Dijerat UU Anti Korupsi, duduk di meja pesakitan, lalu menghuni bui. Pajak memang sumber pembangunan untuk kemakmuran bersama. Lahan basah, tapi rawan masalah. Masa, uang rakyat dimanipulasi untuk kepentingan pribadi atau partai politik tertentu. Jika praktek ini tidak dilawan dan dicegah, siapa mau bayar pajak? Yang rugi kita semua, bukan? 

Persoalan pajak bukan urusan rohani. Itu soal politik. Tapi pernah diajukan kepada Yesus (Mrk 12:11-17). Sebenarnya Yesus tidak berminat pada persoalan politik. Tentu saja politik penting untuk kesejahteraan masyarakat. Tapi bukan satu-satunya jadi alat pembebas masalah kemanusiaan. Allah membebaskan tiap-tiap orang dan bangsa. Dengan itu terbukalah kemungkinan untuk masing-masing mengembangkan diri sesuai dengan budayanya. Tapi Yesus hidup di zaman bangsanya dijajah Roma. Dalam cengkraman penjajah, mana mungkin berkembang sesuai rencana Allah? Timbul faksi-faksi dalam masyarakat. Bagi orang Farisi, membayar pajak kepada bangsa kafir, sama saja dengan menyangkal kedaulatan Allah. Maka tidak boleh bayar. Kelompok oposisi tentu saja mendapat keuntungan ekstra dari wajib pajak. Maka bayar pajak adalah keharusan. Jika tidak, maka berhadapan langsung dengan kekuatan yang menindas bangsa. 

Maka Yesus dijebak dengan pertanyaan: “Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak? Haruskah kami bayar atau tidak?” (Mrk 12:14) Yesus melihat jerat yang dipasang. Ia mengelak, dengan menjawab: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Mrk 12:14). Urusan agama dan politik harus dipisahkan. Agama tidak boleh dimanipulir untuk kepentingan politik. Agama juga tidak boleh mencampur aduk musuh politik dengan musuh agama, bukan? Ini sesungguhnya menjadi rambu-rambu bagi kita untuk beragama tanpa politik dan berpolitik tanpa mengusung isu agama. Kenyataannya? Takut kalah, isu agama sering ditiup untuk menarik pemilih dalam pilkada dan pemilu. Itu tandanya panik dan kehabisan akal. Kita tidak akan mengusung pemimpin yang kurang akal, bukan? 04062013

No comments:

Post a Comment