Pangkat dan kekuasaan memang selalu menarik. Orang kejar menjadi orang nomor satu di pusat, propinsi atau kabupaten/kota. Bukankah semuanya serba dilayani? Kaca mata dan teks pidato, yang mungkin disusun orang lain pun, harus dibawa seorang ajudan. Siapa tak suka?
Orang sekitar Yesus pun mengincar kekuasaan yang sama. Yesus baru saja berkata. Ia akan menderita dan mati. Lalu pada hari ketiga Ia akan bangkit. Para murid mulai hitung-hitung. Tentu ada vacum kekuasaan. Mereka berebutan mengisi lowong. Siapa yang terbesar di antara mereka. Itu dilaporkan dalam Mrk 9:30-37. Terjadi pertengkaran secara terbuka di tengah jalan. Pasti seru dan hangat. Yesus bukan tak tahu. Ia pasti prihatin. Tapi Ia tak mau menambah keruh. Setelah sampai di rumah barulah Yesus angkat bicara. Dalam kerajaan-Nya, yang terbesar harus menjadi pelayan. Apa artinya pangkat kalau tidak ada pelayanan? Pangkat dan jabatan apa pun yang diemban, merupakan kesempatan untuk mengabdi. Bukan untuk sebuah etalase pajangan kekuasaan. Kata orang bijak, kekuasaan cenderung korupsi dan menindas. Itu kalau tidak dilandasi semangat mengabdi. Maka kebesaran seseorang diukur dari semangat pengabdian dan karya pelayanannya bagi kekesejahteraan bersama, bukan? 21052013
No comments:
Post a Comment