Thursday, May 2, 2013

Kerelaan untuk Berkorban

Mengapa tidak dimakan, Bu? Tanya saya kepada ibu di samping saya. Ia membungkus kue yang disajikan dalam pesta itu. Kami lain minum kopi dan makan kue. Ini kebiasaan pesta di desa saya. Tapi ibu yang satu ini, tidak. Ia hanya minum kopi saja. Biar dibawa pulang untuk anak saya. Bisiknya agak malu. Setiap kali pulang ke rumah dia selalu tanya ole-ole. Dia pasti senang sekali. Kue ini kesukaannya. Saya tersentak. Saya makan, tanpa ingat siapa-siapa. Tapi ibu ini? Ia mengorbankan kesukaannya sendiri. Ia rela menanggung rasa malu asal anaknya bahagia. Saya terpojok dalam rasa malu dan bersalah. Berkorban demi kebahagiaan orang lain agaknya semakin langka, bukan? Orang beramai-ramai mengejar kebahagiaannya dan keluarganya. Kebahagiaan orang lain? Siapa peduli? Lihat saja korupsi yang sudah seperti kanker. Ia menyerang berbagai segi kehidupan di seluruh tanah air, bukan? 

Ini tentu saja bertolak belakang dengan semangat dalam Yoh 15:9-17. Yesus menyebut para murid sahabat-Nya. Hubungan antara sahabat tentu pada level yang sama. Tapi dengan syarat: melakukan apa yang diperintahkan-Nya. Ia tidak hanya memberi perintah. Ia sendiri telah melaksanakan sendiri perintah itu. Perintah apa lagi? Tak bosan-bosannya Yesus berbicara tentang kasih. Kali ini bukan sembarang kasih. Kasih yang paling besar yakni memberikan nyawa untuk para sahabat. Bukankah Bapa telah memberi contoh? Ia memberikan Putera tunggal-Nya. Yesus sendiri mengorbankan nyawa-Nya demi keselamatan kita. Para martir pun demikian. Lalu kita? Bisakah kita mempertaruhkan nyawa untuk orang lain? Mengapa tidak? Masih ingat mama tadi, bukan? Dengan pengorbanan yang kecil tapi dilaksanakan dengan ikhlas maka kita pun sesungguhnya sedang berlangkah ke sana. 03052013

No comments:

Post a Comment