Thursday, May 23, 2013

Setia dalam Mencinta

Orang Katolik boleh kawin lagi, Romo? Tanya seorang kenalan. Mengapa tidak, kalau suami atau isterinya sudah meninggal. Tapi yang diberkat kemarin itu kan suaminya masih hidup. Apalagi, yang berkat dulu itu uskup dengan banyak imam. Apakah pastor paroki tidak tahu itu? Atau karena dia anak orang besar? Saya katakan, pastor tidak mungkin tidak tahu. Juga bukan soal anak orang besar. Mungkin pemberkatan dulu itu hanya sandiwara. Kata saya. Masa, yang berkat dulu itu uskup dengan banyak imam ko, dibilang sandiwara. Yang benar saja Romo ini. Sanggahnya. Saya berusaha menjelaskan: mungkin sesudah berkat, baru ketahuan bahwa salah satunya impoten. Atau dulu mereka terpaksa berkat, sebab sudah hamil. Kalau tidak, maka nyawa laki-laki terancam. Tidak ada cinta, bukan? Tak ada cinta berarti tak ada perkawinan. Hanya pura-pura kawin atau bersandiwara saja, bukan? 

Pernikahan Katolik tetap sama dari dulu sampai sekarang dan seterusnya. Hanya antara seorang pria dan seorang wanita, berlangsung seumur hidup. Tidak boleh diceraikan oleh siapa pun dan dengan alasan apa pun. Sebab apa? Tanya kenalan itu. Ya, karena yang mempersatukan pria dan wanita dalam perkawinan itu adalah Allah sendiri. Instansi mana yang lebih tinggi daripada Allah, sehingga berani menceraikan apa yang telah dipersatukan Allah? Jelas sekali dikatakan itu dalam Mrk 10:1-12, bukan? Sejak awal mula Allah menciptakan pria dan wanita. Itu berarti kita adalah makhluk terbatas yang saling membutuhkan. Allah menjadikan pria dan wanita sama derajat dan sama martabat. Dunia tanpa wanita gersang, tanpa pria berat. Maka bila pria dan wanita dipersatukan, persatuan itu akan menjadi harmonis dan sangat kuat. Tapi kenyataannya? Kita tidak menghormati rencana Allah. Mengapa? 

Pria merasa diri lebih berkuasa daripada wanita. Wanita malah menjadi miliknya. Kita memang bercinta. Tapi tidak seperti Allah mencintai kita. Buktinya? Kita tidak bercinta secara total. Tidak heran bila kita bertahan cuma sebentar lalu bosan. Cinta dan kesetiaan tidak berjalan sama. Pada hal Allah sendiri sangat setia kepada kita yang dicintai-Nya, bukan? Ketika kita jatuh, tidak peduli sebesar apa pun dosa kita, Ia setia mencari kita dan menebus kita. Dosa tidak membatalkan cinta dan kesetiaan-Nya, bukan? Maka kalau kita mau perkawinan tetap utuh dan langgeng, tidak ada jalan lain. Contohlah Allah yang setia dalam mencinta, biarpun kita berdosa terhadap-Nya. Siapa bilang gampang? 24052013

No comments:

Post a Comment