Sunday, November 10, 2013

Pengikut Kristus Sejati

Katekis itu baru kembali dari pelayanan di KUB. Sudah jam sembilan malam. Ia kelelahan. Sambutan isteri tidak seperti biasa. Nampaknya tidak peduli. Soalnya dari tadi anak menangis tanpa henti. Segala usaha untuk membujuknya supaya diam tidak berhasil. Katekis tentu saja tidak tahu itu. Ia minta isterinya supaya menenangkan anak itu. Rupanya kejengkelan isteri sudah sampai di ubun-ubun. Terjadi ledakan emosi. Enak saja suruh tenangkan anak. Dikira dari tadi saya biarkan anak menangis. Sekarang coba bapa yang tenangkan anak ini. Malam-malam keenakan ke luar rumah. Selalu bilang tugas, tugas dan tugas. Bapa pernah pikirkah tidak soal anak isteri? Untung katekis itu tidak meladeni emosi yang sedang meledak itu. Situasi konkrit para murid seperti ini juga menjadi keprihatinan Yesus (Luk 14: 25-33). Yesus melihat orang yang sedang entusias mengikuti-Nya berbondong-bondong. Mereka rela melepaskan ambisi dan kebutuhan pribadi demi Injil. Tapi sampai kapan? Tidakkah mereka itu berbalik kembali untuk mencari hidup yang nyaman tatkala ada tantangan? Lebih enak hidup seperti orang yang tidak peduli akan keselamatan orang lain, bukan? Tapi justru orang yang seperti itu tidak dapat menjadi murid Kristus. Ia membutuhkan para murid yang melibatkan diri bukan cuma kalau senang sesaat. Murid itu pun harus bisa dipercaya rela menanggung resiko apa pun demi Dia. Yesus harus menjadi pilihan pertama dan utama dalam hidup sehingga keluarga seperti disepelekan. Maka perlu suatu perhitungan yang matang betul sebelum memutuskan untuk mengikuti Yesus. Mengangkat salib adalah tuntutan mutlak untuk mengikuti Yesus. Itu berarti sama saja dengan berani menderita (Luk 23:26). Persatuan dengan Kristus harus total. Bukan cuma di gereja atau waktu berdoa. Di luar harus jadi ajang kesaksian. Pengikut Kristus sejati atau pemburu kesenangan dan kenikmatan haram? 06112013

No comments:

Post a Comment