Friday, February 15, 2013

Pemimpin yang Tampil Beda

Pernah ikut kampanye? Apa, yang tidak dijanjikan? Semuanya serba wah… Mulai dari jalan hotmix, air bersih, listrik, lapangan kerja, kenaikan gaji…pokonya semuanya indah. Macam pemain sulap saja! Mau rubah daerah dan nasib kita dalam hitungan hari. Siapa yang tidak tertarik? 

Kenyataannya? Janji tinggal janji, bukan? Sudah jadi orang nomor satu dan dua, sengaja lupa semua janji. Soal nasib rakyat? Gampang, mereka toh gampang ditipu. Kalau diberi sedikit pun, sudah syukur. Inilah tipe para penguasa kita, dari pusat sampai desa. Yang penting dia dulu. Soal rakyat, tunggu dulu. 

Tetapi pemimpin yang satu ini tampil beda. Ia mulai dengan mengatakan siapa Dia sebenarnya. Ia harus menanggung banyak penderitaan, ditolak oleh para penguasa, lalu dibunuh. Baru pada hari ketiga, Ia bangkit. Kalau pemimpinnya saja sudah begitu sengsara, apalagi pengikut-Nya? Yang mau mengikuti Dia, harus siap-siap menyangkal diri, menanggung beban hidup setiap hari dan mengikuti-Nya (bdk. Luk 9:22-25). Gila apa, ikut pemimpin yang menderita begini? Mau dapat apa? Secara sinis Ia berkata, “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri” (Luk 9:25)? 

Terasa sekali kejujuran-Nya. Tidak ada janji-janji gombal hanya untuk menarik pengikut. Dari dulu sampai sekarang ada yang mencemooh dan meninggalkan-Nya. Tapi tidak sedikit yang tetap mengikuti Dia. Tidak hanya di sebuah kabupaten atau Negara, tapi di seluruh dunia. Dia tidak menyesal dan menarik kata-kata-Nya bila orang beramai-ramai meninggalkan-Nya. Ia bahkan menantang orang yang setia, “Apakah kamu tidak mau pergi juga” (Yoh 6:68)? Aneh, banyak sekali orang yang tetap setia, berani mati demi Dia. Mengapa? Sebab kebahagiaan yang disediakan-Nya adalah kebahagiaan sejati dan kekal. Semua yang asli/sejati apalagi yang bertahan hingga kekal bukan barang murahan dan diperoleh dengan mudah, bukan? 14022013

Berpuasa: Mat 9:14-15

Saya pernah berurusan dengan Batavia Air di kantor pusat, Jakarta. Soalnya mungkin menurut Batavia Air sepele saja. Cuma bagasi hilang. Itu soal biasa. Tetapi bagi saya bukan soal sepele. Dalam bagasi itu ada dokumen penting. Ada juga barang-barang berharga. 

Mula-mula saya menghadap seorang ibu yang menangani kasus hilangnya bagasi. Postur dan logatnya seperti orang Ambon. Suaranya tinggi dan meledak-ledak. Penyelesaiannya sangat gampang. Perusahan membayar ganti rugi sesuai dengan ketentuan. Berat bagasi dikali Rp. 10.000. Semua penjelasan saya tidak digubris. Saya minta bertemu dengan pimpinan tertinggi. Ibu itu sendiri mengantar saya ke lantai II. Dirut Penerbangan Batavia mendengarkan penjelasan saya. Sesudah itu ia mengatakan bahwa uang tunai yang turut hilang diganti perusahan. Bagasi dan barang berharga diganti dengan satu juta rupiah. Serttifikat tanah diurus kembali di Kupang. Biaya ditanggung perusahan. Ibu itu protes: “Tapi menurut peraturan…” Belum selesai ia bicara. Dirut Batavia langsung potong, “Omong tentang peraturan, itu di lantai bawah. Di sini, peraturan tidak berlaku”. Saya merasa lega. 

Suasana serupa terasa juga dalam Mat 9:14-15. Ketika Tuhan hadir, bicara tentang kewajiban puasa itu, nanti dulu. “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa” (Mat 9:15). Begitulah jawaban Yesus terhadap keberatan murid-murid Yohanes. Sekilas, kesannya seperti Yesus menolak para murid-Nya berpuasa. Bagaimana mungkin? Ia sendiri pun berpuasa selama 40 hari, bukan? Puasa merupakan upaya personal untuk lebih dekat dengan Tuhan. Suatu proses pembaharuan spiritual untuk meningkatkan kekayaan rohani, sambil mengingkari kenikmatan ragawi. Dengan demikian kita lebih terbuka terhadap Tuhan dan bermurah hati terhadap sesama. Itu soal kemauan personal. Bukan karena diwajibkan. Mirip dengan puasa demi kesehatan, bukan? 15022013

Bergaul dengan Orang Berdosa

Memang tidak mudah menjadi imam di jaman ini. Diminta Pastor Paroki untuk menangani OMK. Tentu dengan gayanya sebagai imam muda, bukan? Tapi itulah susahnya. Orang-orang tua melihatnya dengan sebelah mata. “Imam apa macam begini? Malam-malam duduk di deker. Macam pemuda jalanan saja”. Di kalangan orang muda, ada yang memujinya. Tetapi kebanyakan merasa sangat terganggu. Ia menghambat pergaulan bebas mereka. “Apa dia juga mau pacaran”? Tapi dampaknya bagus, bukan?

Banyak pemuda yang dulunya tidak ke gereja, sekarang mulai ikut kegiatan di gereja. Patutlah diakui, ada juga imam muda yang kebablasan. Saking asyik bergaul malam-malam, pagi hari tidak merayakan Ekaristi. Bahkan ada juga yang jadi topik issue panas di seluruh paroki.

Pengalaman imam jaman ini, tidak beda dengan Yesus, di mata orang yang sok saleh ala Farisi. Rupa-rupa cap diberikan kepada-Nya. Siapa Dia, bisa ditebak dari kawan bergaul-Nya: pemungut cukai, orang berdosa (Mat 9:11). Ia dikatakan pelahap dan peminum (Luk 7:34). Ia dituding sebagai kerasukan Beelzebul (Mrk 3:22), bersekutu dengan kepala setan (Luk 11:15) bahkan Beelzebul, kepala setan (Mat 10:25), Semuanya ini gara-gara kedekatan hubungan-Nya dengan orang berdosa. Orang hanya melihat dan menilai apa yang terjadi, tanpa menyelam lebih dalam: mengapa dan untuk apa Ia bergaul dengan orang “berdosa”. Jawaban Yesus langsung menyentuh inti persoalan: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat” (Luk 5:31-32). Bukankah ini suatu berita gembira bagi kita, orang-orang berdosa? Kita adalah Lewi dkk zaman ini. Lalu bagaimana? Mau tetap bertekun hidup dalam dunia hitam? Malu, ah! Tuhan sudah datang memanggil. Bangkit, dan ikutilah Dia. Kita manfaatkan Sakramen Tobat dalam masa Prapaskah ini. 16022013