Saturday, March 23, 2013

Minggu Palma: Diberkatilah ...


Sangat malang nasib bapa yang satu ini. Semasa jaya, ada banyak sahabat. Ramai sekali di rumahnya, apalagi hari libur. Orang-orang dari kampung asalnya pun, selalu mencari dia, kalau ke kota. Semuanya mengaku kenal baik. Masih ada hubungan keluarga. Tetapi setelah kalah habis-habisan dalam pilkada, tidak ada lagi yang mau kenal. Rumah dan mobil sudah dijual. Untung kebun dengan pondok di luar kota itu tidak turut dijual. Kalau tidak, mau tinggal di mana? Tidak ada teman yang berkunjung. Orang sekampung pun tidak. Benar sekali pepatah, ada gula ada semut. Tak ada gula…?

Nasib bapa ini masih jauh lebih baik ketimbang nasib Yesus dalam bacaan Injil pada hari Minggu Palma. Pada upacara pemberkatan palma (Luk 19:28-40), masih lumayan. Suasananya sangat meriah dan riang gembira. Yesus mengendarai keledai memasuki kota Yerusalem. Orang yang telah menyaksikan mujizat-mujizat yang dikerjakan-Nya tergila-gila menyambut-Nya. Mereka menghamparkan pakaiannya di jalan, mulai dari bukit Zaitun sampai kota Yerusalem. Tak henti-hentinya mereka berseru: “Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan. Damai sejahtera di sorga dan kemuliaan di tempat yang Mahatinggi!” Luk 19:38) Tetapi dalam Injil pada perayaan Ekaristi (Luk 22:14-23:56), dari mulut yang sama keluarlah teriakan: “Salibkan, salibkanlah Dia!” Sikap manusia begitu cepat berubah seperti arah angin, bukan? Tidak hanya orang Yahudi. Kita pun berbuat yang sama. Tidak percaya? Lihat saja bagaimana kita memuji Yesus sang Raja, dengan doa-doa dan nyanyian yang gegap gempita dalam ibadat di gereja. Pantaskah? O, sudah pantas dan selayaknya. Di surga saja Dia dipuja dan disembah malaekat dan para kudus. Apa lagi di dunia. Tetapi kalau Dia datang sebagai orang malang dan bersengsara, orang miskin dan tersingkir, apakah kita juga menerima Dia dengan kehangatan yang sama? Biasanya tidak, bukan? Kita menutup tidak hanya pintu rumah kita. Pintu hati pun sering kita tutup rapat-rapat. Rupa-rupa alasan: belum gajian, bulan tua, air dan listrik belum dibayar, baru bayar uang sekolah anak, dan seribu satu alasan lain. Kalau itu saja masih baik. Akan lebih menyakitkan, kalau dikatakan kita tidak kenal. Pada hal dahulu kawan kelas, bahkan kawan sebangku lagi. Tetapi kalau itu adalah orang besar, maka berhamburan gratifikasi berbau sogok tanpa diminta, bukan? Itu termasuk korupsi atau apa, ya? 24032013

No comments:

Post a Comment