Thursday, March 7, 2013

Black Prayer

Luk 18:9-14

Teman-teman pasti tahu baik sekali, apa itu black campaign. Setiap kali ada kampanye pemilu/pilkada pasti wanti-wanti tentang black campaign disampaikan kepada semua partai peserta pemilu/pilkada. Ada etika berkampanye. Raihlah kemenangan dengan santun. Tetapi apa yang terjadi? Juru kampanye rupanya kehabisan bahan dan akal. Lawan politik ditelanjangi habis-habisan. Tidak tersisa sedikit pun kebaikan. Yang dilitani justru semua keburukan dan kelemahan. Sementara itu ia berkoar-koar menggembar gemborkan kehebatan calonnya. Sesudah itu tepuk dada. Pasti satu putaran. Kalau kampanye macam begini, apa yang dapat diharapkan rakyat untuk kemakmuran bersama? 

Orang bilang, indah kabar dari rupa. Semua orang pasti mau yang terbaik, bukan? Sama seperti penonton sepak bola di pinggir lapangan. Merasa diri lebih hebat. “Mengapa begitu? Seharusnya begini! Coba tadi begini…pasti gol. Tarik saja si X itu dari lapangan”. Coba! Jika sendiri turut bermain, mati langkah. Semua jurus yang diinginkan, tidak ada yang terbukti di lapangan. Yang terjadi justru lebih jelek darpadai pemain yang dicaci maki. Seiring dengan black campaign, ada juga black prayer. Masa, doa juga kotor. Tidak percaya? 

Lihat saja doa seorang Farisi di Bait Allah (Luk 18:9-14). Ia bersyukur kepada Tuhan. Bukan demi Tuhan yang baik terhadapnya. Tapi karena kehebatannya. Siapa lagi yang sama seperti dia? Ia bukan perampok, orang lalim, pezinah atau pemungut cukai. Apalagi ia setia berpuasa dua kali seminggu dan memberi persepuluhan. Hubungannya dengan Tuhan pasti beres. Tapi Itu hanya dugaannya, bukan? Ia lupa bahwa Yesus pernah mengecam mereka karena melalaikan keadilan dan kasih kepada Allah (Luk 11:42, Mat 23:23). Tuhan justru membenarkan pemungut cukai, yang diketahui umum berbuat dosa. Ia tidak berani menatap ke langit, sebagai sikap doa yang lazim (Ayb 16:20, Yes 8:21, Mrk 7:34, Luk 6:16). Ia hanya menundukkan kepala, menepuk dada karena menyadari dosa-dosanya. Ia memohon belas kasihan Tuhan. Aneh ya? 

Orang yang diketahui umum sebagai tokoh agama, pendoa yang saleh dan hidup baik malah tidak dibenarkan Tuhan. Ia tidak dibenarkan bukan karena ketokohan, kesalehan dan kebaikannya. Tidak! Tetapi karena ia meninggikan diri dan menghina yang lain. Sebagaimana orang berdoa demikian pula hidupnya, bukan? Siapa tahu, kita juga berlagak seperti itu? 09032013

No comments:

Post a Comment