Maaf,
kali ini saya sharingkan pengalaman yang sangat pribadi. Saya masih
ingat baik sekali. Tgl 29 Pebruari thn 2000, Kapal Wilis membawa kami ke
Sabu. Tetapi tidak bisa sandar di pelabuhan Seba. Laut Sawu mengamuk.
Ombak tinggi sekali, mungkin sekitar 4-5 meter. Penumpang pada mulanya
takut untuk naik ke darat. Dua buah perahu yang menjemput penumpang,
dilambungkan seperti gabus di pinggir kapal
Wilis. Mau tidak mau, penumpang harus turun dari kapal. Mula-mula
perempuan dan anak-anak. Kemudian menyusullah laki-laki. Teman-teman
serombongan untuk sosialisasi APP sudah turun ke perahu. Suster yang
sebenarnya anggota rombongan kami, sudah memutuskan untuk tidak turun.
Saya adalah orang terakhir yang turun dari kapal.
Sambil berdiri di
pinggir kapal, saya membuat perhitungan dalam hati: "Saya tidak gesit.
Tidak tahu berenang lagi. Untuk lompat dari kapal ke perahu, bisa-bisa
nanti seperti batu yang langung ke dasar laut. Ah, tapi saya kan bukan
datang pesiar. Saya mau mewartakan Firman Tuhan. Kalau dahulu Tuhan
menyelamatkan Petrus dari penjara yang terkunci (Kis 5:17-25) dan Paulus
yang dijaga ketat (Kis 23:11) demi karya pewartaan, maka saya percaya,
Tuhan juga meluputkan saya". Anak buah perahu berteriak: “Lompat”! Tanpa
ragu-ragu saya lompat. Aneh sekali. Saya merasa bukan saya yang
melompat. Terasa seperti ada yang mengangkat saya dan menempatkan saya
di antara dua orang, tanpa meneyentuh mereka sedikit pun. Orang-orang
itu tentu tidak tahu. Tetapi saya tahu, Tuhanlah yang telah
menyelamatkan saya. Mengapa? Bukan saya begitu gesit untuk melompat.
Tetapi karena saya percaya. Mendengar perkataan Yesus, “Jika kamu tidak
melihat tanda dan mujizat, kamu tidak percaya” (Yoh 4:48), maka saya
makin menyadari, bukan mujizat membuat saya percaya. Tapi saya percaya
maka terjadilah mujizat. Saya pun makin diteguhkan oleh kata-kata Yesus
kepada rasul Tomas: “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau
percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya” (Yoh
20:29) 11032013
No comments:
Post a Comment