Wednesday, March 13, 2013

Aturan itu untuk Manusia

Saya tersentak. Benarkah apa yang saya dengar ini? Pengumuman dari mimbar gereja. “Penerimaan komuni pertama harus ditunda. Beberapa orangtua belum melunaskan yuran paroki. Begitu juga dengan baptisan minggu depan. Semuanya ditunda sampai yuran paroki dilunaskan”. Mulut saya ternganga. Saya geleng-geleng. Tapi saya imam tamu, biarpun anak paroki. Saya tidak bisa membatalkan pengumuman itu. 
 
Di sakristi, sebelum membuka pakaian misa, saya bertanya kepada ketua DPP. “Apa hubungan antar yuran paroki dengan penerimaan sakramen-sakramen itu”? Jawabannya sangat sederhana. “Ini keputusan pastor paroki dengan DPP, Romo”. “Ya, tapi apa dasarnya? Bukankah ini namanya simoni, memperjualbelikan sakramen”? desak saya. Ia tetap ngotot: “Sudah merupakan peraturan, Romo”. Aduh…kasihan sekali.
 
Peraturan manusia bisa menutup pintu keselamatan. Injil Yoh 5:1-16 sangat kental menyiratkan nuansa ini. Orang-orang Yahudi yang saleh mempertahankan peraturan hari Sabat. Orang sakit sudah menderita selama 38 tahun. Duduk saja di pinggir kolam menantikan kesembuhan. Tidak ada yang melirik. Apalagi tergerak untuk menolong. Yesus tidak tega melihat kenyataan ini. Si sakit disembuhkan-Nya. Orang saleh mempersoalkannya. Melanggar peraturan hari Sabat. Karena itu Yesus pernah menandaskan: “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat” (Mrk 2:27). Itu kata “Anak manusia, yang juga adalah Tuhan atas hari Sabat" (Mrk 2:28). Karena itu peraturan Gereja, keputusan DPP dan peraturan apa saja, seharusnya tidak boleh mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan, karena manipulasi dan interpretasi yang keliru, demi kepentingan tertentu, bukan? 12032013

No comments:

Post a Comment