Sudah
agak lama saya perhatikan bapa yang satu itu. Mondar-mandir di tempat
yang sama. Sebentar-sebentar ia berhenti sejenak dan lihat kiri kanan.
Lalu mondar-mandir lagi. Saya ingin tahu. Ada apa?
Ketika saya sudah ada
di dekatnya, ia tidak tahu. “Selamat siang, bapa”. “O…selamat siang,
Romo”, jawabnya agak kaget. “Bagaimana, bapa”? “Saya sedang cari
kacamata saya, Romo. Tidak tahu saya taruh di mana?
Tapi saya hanya di sini saja. Jadi pasti ada di sekitar sini”, katanya.
“Kacamata? Itu, ada di dahi bapa”. Kata saya, sambil menunjuk ke
dahinya. Ia meraba dahinya. “Aduh, sudah lama saya cari. Tahu-tahu, ada
di dahi saya sendiri”.
Orang mencari apa yang ada padanya. Injil Yoh
5:31-47 menyoroti kenyataan serupa. Orang Yahudi berusaha membunuh Yesus
sebab Ia menyatakan diri sebagai Putera Allah (Yoh 5:18). Yesus semakin
nekad saja. Ia mengingatkan kesaksian Yohanes Pembaptis tentang
diri-Nya. Demikian juga Kitab Suci. Tetapi bagi Yesus, bukan kesaksian
itulah yang terpenting, melainkan kesaksian Bapa-Nya sendiri. Ia sama
dengan Bapa dalam segala-galanya. Karya yang diserahkan Bapa dan
dilaksanakan-Nya menjadi saksi. Bapa mempunyai hidup dalam diri-Nya
sendiri. Demikian juga Anak. Tentang penghakiman? Bapa telah
menyerahkan seluruhnya kepada-Nya. Ia adalah Allah sama dengan Bapa.
Jadi sesungguhnya Ialah Allah yang hadir di tengah umat-Nya. Tapi siapa
percaya? Allah mereka adalah Allah yang mahaesa. Masa, Yesus samakan
diri dengan Allah. Itu hujatan. Ia harus mati. Begitulah orang Yahudi.
Lalu kita? Yesus yg sama, dengan berbagai cara menyatakan diri hadir di
tengah kita. “Di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di
situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat 18:20). Dalam perayaan
Ekaristi Ia hadir dan memberikan diri-Nya kepada kita. Ia bersabda
kepada kita, ketika KS dibacakan. Bahkan dalam keadaan yang sangat lemah
dan papa Ia datang kepada kita. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya
segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku
yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40).
Tetapi berapa yang peduli? Yang dicari justru mujizat di sana, patung
berair mata di gereja itu, pendoa dan dukun penyembuh atau hal-hal
sensasional lainnya. Tuhan penyelamat yang begitu dekat kurang laku,
bukan? Apakah iman kita tergantung pada mujizat dan hal-hal sensasional
itu? 14032013
No comments:
Post a Comment